BLT(Bantuan Langsung Tunai) Penghinaan dalam Pandangan Islam
Sudah menjadi hal umum di negeri tercinta ini bahwa penerima BLT atau Bantuan Langsung Tunai merupakan kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk orang-orang miskin.
Jumlah kemiskinan di Indonesia mencapai puluhan juta, tidak seperti yang digembar gemborkan media dan pemerintah, kita tentu bisa melihat dengan mata kepala sendiri betapa banyak orang miskin di negeri ini dalam jumlah yang cukup mengerikan.
Para pejabat berlomba-lomba memperkaya diri mereka sendiri, tiap manusia yang berkepentingan dan sebagai penentu kebijakan di negeri ini, seperti memiliki kuasa dan power yang amat besar. Rakus dan memakan saudaranya sendiri.
Tidak bosan-bosannya media mengupas tentang korupsi setiap hari, Anda tidak bosan mendengar hal tersebut? saya jujur prihatin mendengar dan melihat tingkah para manusia koruptor, mereka lebih rendah dibandingkan pencuri ayam tapi bertingkah kaya raja, mereka menilep puluhan miliar bahkan triliunan tapi bertampang tanpa merasa salah. They are animals.
Kembali ke topik, Bagaimana dengan kebijakan pemerintah berupa BLT?. Kalau anda berpikir secara sehat, BLT merupakan pembodohan dan penghinaan.
Untuk mendapat BLT, Syarat pertama adalah kita harus mengaku sebagai orang miskin, Syarat kedua, ada ktp dan berkebangsaan Indonesia.
Diperlukan pengantar dari kelurahan dan menyebutkan bahwa kita orang miskin,
Coba dipikirkan baik-baik. kata-kata ini
"Diperlukan pengantar dari kelurahan dan menyebutkan bahwa kita orang miskin,"
Ini seperti stempel dan cap pada diri kita sehingga terjadi pembedaan kasta.
Pemerintah dengan kebijakannya melakukan pembedaan kasta miskin proletar yang berhak mendapat bantuan.
Intinya kita harus rela "dicap miskin" untuk mendapatkan BLT juga jaminan kesehatan miskin(Jamkesmin).
Manusia yang begitu rela direndahkan secara kasta hanya demi uang Rp 150rb dengan alasan kemiskinan telah kehilangan harga dirinya.
Banyak solusi untuk mengatasi kemiskinan, dan hanya Agama Islam solusinya.
Zakat,sedekah serta tunjangan adalah solusi total untuk mengatasi kemiskinan.
Kita perbandingkan denga zaman Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar Bin Khatab dengan zaman edan seperti sekarang.
Dalam zaman kekhalifahan zakat berperan sangat besar dalam perekonomian negara. Tidak ada yang namanya pajak, tiap orang kaya melakukan zakat, dan zakat disalurkan ke masyarakat yang memerlukan sesuai ketentuan Alquran.
Tunjangan dalam zaman kekhalifahan Abu Bakar adalah sebesar 20 dirham/orang bukan keluarga, baik orang kaya maupun miskin.
Zaman kekhalifahan Umar bin Khatab bervariasi mulai dari 100 dirham (bayi lahir) sampai 12000 dirham /orang bukan keluarga, baik orang kaya maupun miskin.
Coba kita kurskan ke rupiah, harga 1 dirham kurang lebih Rp 50.000
dan bayangkan anda merupakan penduduk kota Madinah di zaman pemerintahan Umar Bin Khatab, anggap anda termasuk dalam masyarakat kelas menengah, anda punya penghasilan sendiri dan juga penghasilan dari keluarga.
Anda ditetapkan memperoleh tunjangan 5000 dirham. Berapa dalam rupiah? tinggal kita kalkulasikan 5000 dirham dikalikan Rp 50000 sama dengan RP 250 Juta Rupiah. Dan ini berlaku per Orang, jika keluarga ada empat orang, tunjangan per keluarga adalah 1 Miliar Rupiah.
Tentunya ini menjadi bahan renungan dan pelajaran bagi kita semua, bahwa pemimpin yang adil akan mampu mensejahterakan rakyatnya, sedangkan negara yang dipimpin orang-orang zhalim akan membawa petaka pada rakyatnya, dan itu sudah terefleksi di negeri tercinta ini.
dodidananggie
kos setiabudi bandung Updated at: 10:14 PM